Untuk pertama kalinya setelah setahun penuh rangkaian uji kebijakan peraturan keimigrasian, Jepang membuka pintu bagi arus kedatangan para pekerja asing yang akan dimulai pada bulan April.
Saat itu sudah pukul 04.00, tanggal 8 Desember, dan sebagian besar penduduk Tokyo masih terlelap.
Ruang sidang Majelis Tinggi masih terang benderang, dipenuhi oleh 237 anggotanya yang sudah kelelahan.
Mereka menanti apa yang akan menjadi momentum sejarah negara Jepang. Penundaan itu disebabkan oleh anggota oposisi yang mencoba untuk mengulur pembicaraan dan pemungutan suara untuk perubahan undang-undang keimigrasian yang penuh kontroversi.
Akan tetapi, di hari itu, partai yang berkuasa akhirnya berhasil menyelenggarakan voting terakhir dalam sidang majelis, setelah berjam-jam diselingi protes dan perlawanan yang kuat dari partai oposisi.
Presiden Majelis Tinggi, Cuichi Date mengumumkan hasilnya, 161 kartu suara putih “ya” dan 76 kartu suara biru “tidak”.
“Undang-undang ini telah disahkan. Sidang berakhir!” ucap Date saat menutup sidang.
Bagi para anggota majelis dari partai berkuasa, keputusan ini merupakan dasar bagi pemerintah dalam mengambil langkah awal mengizinkan masuknya ratusan ribu pekerja ‘kerah biru’ asing ke Jepang untuk mengimbangi cepatnya penyusutan populasi dan semakin meningkatnya populasi lansia – yang berimbas pada semakin berkurangnya jumlah tenaga kerja produktif.
Bagi para anggota oposisi, penetapan ini beralamat buruk bagi situasi perpolitikan, melihat Jepang akan mulai menerima sejumlah besar imigran tanpa persiapan yang memadai. Diperkirakan 345.000 pekerja migran, yang sebagian besar dari Asia akan berdatangan dalam lima tahun ke depan.
Terakhir diperbaharui 17 Januari 2024