Berita

Imigrasi Makassar Detensi WNA Singapura yang Masuk Indonesia Lewat Jalur Tikus

Imigrasi Makassar Detensi WNA Singapura yang Masuk Indonesia Lewat Jalur Tikus

Jumat, 6 Agustus 2021
Penulis: Muhammad Fijar Sulistyo
Editor: Achmad Nur Saleh

Kantor Imigrasi Kelas I Makassar mendetensi seorang pria Warga Negara Singapura yang masuk ke Indonesia secara illegal. Dalam pengakuannya, pria berinisial M tersebut masuk ke Indonesia melalui jalur llegal dari Batam, Kepulauan Riau.

Kepala Divisi Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan Dodi Karnida mengungkapkan, M  ditemukan oleh petugas imigrasi di Pondok Anugerah pada 30 Juli 2021 dalam sebuah kegiatan pengawasan setelah petugas mendapatkan laporan dari masyarakat.

M tidak dapat menunjukkan dokumen perjalanan berupa paspor maupun dokumen keimigrasian serta identitas pengenal lainnya. Petugas lalu membawa M ke kantor imigrasi untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

“WN Singapura tersebut nekat masuk ke Indonesia pada tahun 2018 lalu tanpa membawa dokumen perjalanan dan keimigrasian secara lengkap untuk menyusul istrinya berinisial SA yang telah dinikahinya pada 2009 yang lalu di Malaysia,”ungkapnya.

Dodi dan jajaran Kantor Imigrasi Kelas I Makassar lalu berkoordinasi dengan Perwakilan Singapura di Jakarta melalui conference call bersama dengan M. Dari pertemuan tersebut diperoleh pernyataan resmi bahwa M adalah WN Singapura.  

Pihaknya kini menunggu penerbitan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) untuk memulangkan M ke negaranya. Sambil menunggu proses tersebut M didetensi di ruang detensi imigrasi pada Kantor Imigrasi Kelas i Makassar.

“Kami telah melakukan conference call dengan Embassy Singapura bersama dengan M, dan memang benar bahwa M adalah WN Singapura,” ujarnya.

Petugas hingga saat ini masih mendalami pelanggaran keimigrasian yang telah dilakukan oleh M. Pria asal Singapura itu diduga melanggar aturan keimigrasian Pasal 119 ayat (1) UU. No.6 Tahun 2011 yaitu masuk Wilayah Indonesia tanpa memiliki Dokumen Perjalanan dan Visa yang sah dan masih berlaku dengan ancaman penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 500 juta rupiah.

Terakhir diperbaharui 17 Januari 2024