Senin, 8 November 2021 Pukul 10.30 WIB Penulis: Ajeng Rahma Safitri Editor: Muhammad Fijar Sulistyo JAKARTA - Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) menggelar Seminar Nasional di Hotel Four Seasons Jakarta, Senin (08/11/2021). Tema yang diangkat dalam seminar tersebut yakni “Rekonstruksi Politik Hukum Kewarganegaraan Indonesia Untuk Menjamin Perlindungan dan Kepastian Hukum Warga Negara”. Beberapa narasumber yang dihadirkan meliputi Direktur Tata Negara, Baroto, Guru Besar Hukum Internasional FHUI, Prof. Hikmahanto Juwana, Anggota Komisi I Badan Legislasi DPR RI, Christina Aryani dan Penggiat Kewarganegaraan, Nuning Purwaningrum Hallett. Di samping itu, hadir pula aktris Tatjana Saphira yang turut menyampaikan aspirasinya mewakili anak berkewarganegaraan ganda. Dalam sambutannya, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, Cahyo R. Muzhar mengatakan, banyak subjek kewarganegaraan ganda atau WNA keturunan WNI yang memiliki potensi untuk berkontribusi untuk Indonesia namun terbentur dengan peraturan hukum pewarganegaraan. Oleh karenanya, perlindungan dan kepastian hukum merupakan fondasi yang sangat penting untuk memastikan bahwa kita sebagai bangsa dapat maju dan membangun. “Kita mengetahui bahwa terdapat kebijakan dan undang-undang yang memberikan pilihan bagi anak-anak hasil pernikahan campuran untuk memilih kewarganegaraannya. Namun, dalam sosialisasinya masih tidak maksimal. Dari orang tuanya sendiri juga mungkin tidak tahu, atau mungkin masih abai dengan perihal ini. Saat ini, pemerintah sedang menggodok rancangan undang-undang untuk memberikan kesempatan bagi anak-anak hasil perkawinan campuran atau anak-anak dari orang tua WNI yang lahir di negara-negara penganut asas Ius Soli untuk kembali mempertimbangkan pilihannya.”, tuturnya. Cahyo juga menyampaikan fakta situasi dilematis, seperti para penerima beasiswa yang syaratnya berbasis kewarganegaraan tertentu. Persoalan ini juga dihadapi orang-orang yang dipekerjakan oleh perusahaan ternama di luar negeri. Perusahaan-perusahaan tersebut mensyaratkan kewarganegaraan tertentu untuk bisa mencapai jabatan strategis sehingga tidak dapat dijabat oleh karyawan berkewarganegaraan lain. “Proses renunciation of citizenship ini tidaklah mudah. Maka dari itu, mari bersama-sama mendukung dan berdoa, semoga lancar seluruh proses hingga pengundangannya.”, tandasnya. Renunctiation of citizenship, atau dapat diartikan sebagai pelepasan kewarganegaraan adalah hilangnya kewarganegaraan secara sukarela. Ini adalah kebalikan dari naturalisasi, di mana seseorang secara sukarela memperoleh kewarganegaraan, dan berbeda dari denaturalisasi, di mana hilangnya kewarganegaraan dipaksa oleh negara. Pada kesempatan yang sama, aktris berdarah Indonesia-Jerman Tatjana Saphira mengungkapkan, pemilihan kewarganegaraan merupakan proses yang sangat sulit dijalani bagi anak-anak berkewarganegaraan ganda. “Di usia 21 saya merasa belum mengetahui banyak hal. Namun, dengan pertimbangan karir, saya putuskan menjadi WNI. Prosesnya cepat melalui aplikasi AHU Online , petugasnya sangat ramah dan pelayanannya sangat memuaskan. Di sisi lain, pemerintah Jerman memberikan saya fasilitas khusus sebagai keturunan WN Jerman. Ada stamp khusus untuk keluar masuk dan tinggal di Jerman jika saya ingin melanjutkan pendidikan atau bekerja di sana. Semoga pemerintah Indonesia kelak juga dapat memberikan fasilitas serupa.”, ujarnya. Dalam pengantar seminar disebutkan, permasalahan yang menjadi sorotan dalam penerapan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 antara lain kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat pelaku perkawinan campur terhadap perkembangan peraturan kewarganegaraan di Indonesia. Sebagai contoh, Anak yang lahir sebelum UU No. 12 Tahun 2006 tidak didaftarkan status kewarganegaraan ganda oleh orang tuanya, dalam kondisi tertentu dapat menjadi kehilangan kewarganegaraan Indonesia, sehingga kepadanya diperlakukan sebagai WNA. Bila dikaji dari segi hukum internasional, kewarganegaraan ganda juga memiliki potensi masalah, misalnya dalam hal penentuan status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang anak berarti akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya. Bila ketentuan antara hukum negara yang satu dengan yang lain tidak bertentangan maka tidak ada masalah. Sebaliknya, hal ini akan menjadi pelik saat ada pertentangan antara hukum negara yang satu dengan yang lain. Selain itu, acuan kaidah negara dalam hal pengaturan status personal anak serta potensi perbedaan dalam asas ketertiban umum kedua negara juga menjadi topik yang akan dibahas lebih lanjut guna memberikan perlindungan hukum yang lebih baik bagi subjek UU No. 12 Tahun 2006.
Terakhir diperbaharui 17 Januari 2024