Penulis: Elyan Nadian Zahara Editor: Achmad Nur Saleh Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna H. Laoly telah mengesahkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 39 mengenai Tata Cara Penyidikan Tindak Pidana Keimigrasian pada (10/11) lalu. Peraturan ini terdiri dari 10 Bab sebagai berikut: 1. Ketentuan Umum, 2. Prapenyidikan, 3. Pelaksanaan Penyidikan 4. Gelar Perkara 5. Alat Bukti dan Barang Bukti 6. Penyelesaian dan Penyerahan Berkas Perkara 7. Pengendalian dan Koordinasi Penyidikan 8. Praperadilan 9. Hak Tersangka dan Penasihat Hukum 10. Acara Pemeriksaan Singkat. Tindak pidana keimigrasian adalah setiap perbuatan yang diancam hukuman pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Keimigrasian adalah Pejabat Imigrasi yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan tindak pidana Keimigrasian. “Petugas Imigrasi biasanya melakukan pengamatan atau pemeriksaan awal untuk memperjelas indikasi suatu peristiwa Tindak Pidana Keimigrasian. Jika memang betul ke arah sana (red: indikasi Tindak Pidana Keimigrasian), prosesnya dapat dilanjutkan dengan melakukan Prapenyidikan.” Kepala Subdirektorat Penyidikan Keimigrasian Direktorat Jenderal Imigrasi, Hajar Aswad, menjelaskan saat dikonfirmasi. Lebih lanjut Aswad menjelaskan “Prapenyidikan bisa dalam bentuk pengamatan, pengamanan dan olah TKP, wawancara, pembuntutan, pelacakan, penyamaran dan analisis dokumen. Hasil akhirnya nanti harus diputuskan apakah tindaklanjutnya berupa tindakan Penyidikan; tindakan administratif Keimigrasian; atau malah penghentian Prapenyidikan.” Prapenyidikan merupakan ketentuan baru yang diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor 39 tahun 2021. Demikian pula halnya dengan praperadilan, serta Hak Tersangka dan Penasihat Hukum. Ketentuan mengenai Penyidikan Tindak Pidana Keimigrasian diatur dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 mengenai Keimigrasian dan belum ada ketentuan lain yang mengatur lebih rinci mengenai penyidikan tersebut yang mengacu pada ketentuan Hukum Acara Pidana. “Semangat Peraturan Menteri ini adalah sebagai panduan yang lebih rinci bagi PPNS kami di lapangan agar proses penyidikan tindak pidana Keimigrasian bisa lebih efektif dan efisien” tutur Aswad lagi. Permenkumham 39 tahun 2021 menyebutkan bahwa Penyidikan Tindak Pidana dapat dimulai berdasarkan: laporan dari masyarakat atau aparat penegak hukum; tertangkap tangan oleh masyarakat atau aparat penegak hukum; atau hasil pengawasan Keimigrasian yang telah disusun dalam bentuk Laporan. Dalam peraturan ini pula diatur upaya paksa yang diizinkan dilakukan oleh PPNS Keimigrasian. Di antaranya adalah pemanggilan; penangkapan; penahanan; penggeledahan; penyitaan; dan pemeriksaan surat. Orang Asing yang sedang dalam proses peradilan Tindak Pidana Keimigrasian yang diancam pidana penjara kurang dari lima tahun, ditempatkan pada Ruang Detensi atau Rumah Detensi Imigrasi. Sedangkan Orang Asing yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, ditempatkan dalam Rumah Tahanan Negara. Tahanan bisa dikeluarkan dari Rumah Tahanan jika masa Penahanan telah berakhir; diserahkan ke penuntut umum; dipindahkan/dititipkan ke Rumah Tahanan lainnya; atau putusan hakim. “Kalau dari hasil penyidikan ternyata perbuatan tersangka tidak masuk kategori tindak pidana keimigrasian, penyidikan bisa dihentikan. Begitu pun kalau tidak terdapat cukup bukti; tersangka meninggal dunia; perkaranya sudah kedaluwarsa; atau sudah ada putusan pengadilan inkracht, penyidikan sudah bisa dihentikan”, tutup Aswad
Terakhir diperbaharui 17 Januari 2024