Senin, 25 April 2022 Pukul 15.00 WIB Penulis: Ajeng Rahma Safitri Editor: Muhammad Fijar Sulistyo Seorang Warga Negara Asing (WNA) asal Srilanka berinisial TM resmi dijatuhi hukuman 10 bulan penjara dengan denda 100 juta Rupiah Subsider 2 (dua) bulan oleh Hakim Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta Pusat pada Senin (25/04/2022). Hukuman tersebut diberikan setelah TM terbukti melakukan Tindak Pidana Keimigrasian dengan melanggar Pasal 127 UU No. 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. “Berdasarkan pemeriksaan dengan saksi ahli, TM telah memalsukan data NIK dan KTP guna mendapatkan Paspor RI, dengan menggunakan nama berbeda berinisial AA. Paspor RI keluaran tanggal 17 Desember 2018 tersebut adalah paspor yang telah mengalami perubahan. Perubahan yang dilakukan antara lain pada halaman biodata paspor, dan jahitan paspor sehingga fitur pengaman yang terdapat dalam paspor tersebut tidak memiliki ciri – ciri yang sama dengan fitur pengaman asli,” tutur Subkoordinator Humas Ditjen Imigrasi, Achmad Nur Saleh. Sementara itu, berdasarkan hasil pemeriksaan fisik blanko KTP-el melalui card reader, data atas nama AA tidak terbaca pada sistem. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa KTPel tersebut bukan merupakan produk Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Provinsi DKI. Selain itu, NIK atas nama AA juga tidak terdaftar pada database Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta. Pada hari pelaksanaan sidang, Tim Direktorat Jenderal Imigrasi tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Pukul 10.00 WIB. Acara sidang dilakukan secara daring dan dibuka oleh Hakim, dengan dihadiri oleh Jaksa Penuntut Umum, Penasehat Hukum, Terdakwa dan Juru Bahasa. Adapun tuntutan yang diajukan oleh Jaksa atas TM yakni sebesar 12 bulan penjara. “Dalam Pasal 127 UU Keimigrasian disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menyimpan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia palsu atau dipalsukan dengan maksud untuk digunakan bagi dirinya sendiri atau orang lain, dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak lima ratus juta rupiah,” kata Achmad. Sebelum dijatuhi hukuman pidana, status izin tinggal TM yakni sebagai pencari suaka yang izin tinggalnya diberikan oleh UNHCR dan diperpanjang setiap 3 (tiga) bulan secara online melalui whatsapp kepada petugas UNHCR. Dirinya mengaku pertama kali membantu Warga Negara Asing membuat paspor dan KTP Indonesia pada bulan Juli 2021.
Terakhir diperbaharui 17 Januari 2024