Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar melakukan penegakan hukum keimigrasian yaitu mengusir/mendeportasi imigran berinisial SG (29) asal Ghana.
SG ditangkap karena masa berlaku izin tinggalnya telah habis sehingga menyebabkan overstay lebih dari 60 hari
Hukuman untuk SG tidak lagi membayar denda, melainkan dikenakan tindakan administrasi keimigrasian berupa deportasi, serta diusulkan Direktorat Jenderal Imigrasi untuk dicekal (cegah tangkal) masuk ke Indonesia selama 6 bulan.
SG masuk wilayah Indonesia melalui Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai dengan menggunakan visa kunjungan beberapa kali perjalanan Indeks 212 pada 17 Januari 2018.
Pada 25 Februari 2019 petugas Imigrasi Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar melakukan pengawasan keimigrasian ke homestay yang beralamat di Jalan Morotai dan pada saat pengecekan pasport, SG berusaha melarikan diri dari petugas imigrasi.
“Saya menyadari bahwa izin tinggal kunjungan yang saya miliki telah habis masa berlakunya dan saya sudah overstay hampir 1 tahun,” jelas SG setelah tertangkap.
Dalam pemeriksaan, SG meminta maaf dan memohon agar tidak dideportasi dan tidak dicantumkan ke dalam daftar cekal. SG mengaku akan ke Indonesia dengan tujuan melanjutkan kuliah.
SG tiba di Rudenim Denpasar pada 28 Maret 2019 yang diantar oleh petugas Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar.
Setiba di Rudenim, SG diterima oleh petugas Rudenim sesuai dengan SOP yang berlaku.
Selama di Rudenim SG berbaur dengan deteni (orang yang dikenakan detensi) lain dan mendapatkan fasilitas sesuai aturan, seperti mendapatkan makan, pemeriksaan kesehatan, olahraga dan penyiapan kebutuhan sehari-hari.
“Walaupun deteni tersebut bersalah melakukan tindakan administrasi keimigrasian di wilayah kita, tapi kita harus memperlakukannya sesuai SOP yang berlaku dan berkinerja berlandaskan Hak Asasi Manusia," kata Kepala Rudenim Denpasar, Saroha Manullang, Minggu (30/6/2019).
Kemudian pada Rapat Rutin Rudenim Denpasar, Saroha menambahkan bahwa peraturan terbaru pada Mei 2019 beban denda Rp 1 juta diberikan kepada WNA yang melebihi izin tinggal.
Hal ini dilakukan untuk memberikan efek jera bagi WNA yang melanggar.
Selama menunggu pendeportasian, Rudenim Denpasar melakukan koordinasi dengan Kedutaan Besar Ghana untuk membantu kepulangan ke negara asalnya.
Setelah melakukan koordinasi dan peminjaman uang dari teman SG yang tinggal di Vietnam, SG di deportasi pada Kamis (27/6/2019) yang didampingi oleh 5 orang petugas pengawalan melalui Bandara Internasional Ngurah Rai.
Pengawalan tersebut dikoordinir Kepala Sub Seksi Administrasi dan Pelaporan, I Nyoman Sutisna.
Pegawai Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan Rudenim Denpasar dengan cepat melakukan pemberkasan terhadap deteni.
Diantaranya paspor SG, tiket, Surat Keputusan Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar tentang Pendeportasian, Surat Perintah Pengeluaran Deteni, Surat Keputusan Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar tentang Tindakan Keimigrasian, Berita Acara Pendapat, Berita Acara Pemeriksaan, Berita Acara Pengeluaran Deteni, Berita Acara Serah Terima Deteni (Deportasi), Pengawasan Melekat (Waskat) dan Surat Perintah Petugas Pengawalan Deteni dan pengecekan barang SG.
Setiba di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, petugas membantu melakukan check in tiket deteni di counter maskapai Jet Star untuk memperoleh boarding passport_ dengan Nomor Penerbangan JQ116 Singapura-Euthopia.
Kemudian deteni diarahkan ke TPI Ngurah Rai untuk penyerahan berkas pendeportasian untuk diberikan stampel keberangkatan oleh Pejabat Imigrasi yang bertugas di TPI Ngurah Rai.
Tidak menunggu lama, SG dikawal ke pintu gerbang keberangkatan (6B) untuk terbang dengan maskapai Jet Star dengan Nomor JQ116 yang diberangkatkan pukul 20.55 Wita.
“Terimakasih Rudenim Denpasar karena telah membantu saya dan memberi dukungan untuk kembali ke negara asal,” ujar SG dengan wajah bahagia.
Terakhir diperbaharui 17 Januari 2024