JAKARTA – Direktorat Jenderal Imigrasi sahkan implementasi teknologi pengenalan wajah (face recognition) di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) se-Indonesia melalui Surat Keputusan Nomor IMI-003.TI.05.02 Tahun 2022 pada Senin (21/11/2022). Pemasangan face recognition dimaksudkan untuk meminimalisasi tindakan kejahatan oleh sindikat internasional, contohnya perdagangan manusia (human trafficking) dan penyelundupan orang (people smuggling). “Penerapan Immigration Alert Surveillance System (IASS) di TPI tidak hanya memperkuat pengawasan dan penegakan hukum keimigrasian, akan tetapi juga mendukung penegakan hukum secara umum terhadap WNI maupun WNA yang melintas. Imigrasi berkolaborasi dengan aparat penegak hukum lainnya untuk memastikan bahwa masyarakat dan WNA yang berada di Indonesia mematuhi peraturan perundang-perundangan yang berlaku,” tutur Plt Direktur Jenderal Imigrasi, Widodo Ekatjahjana pada Rabu (07/12/2022). Penerapan IASS, sebutnya, juga merupakan upaya menyukseskan program Prioritas Nasional dalam penguatan wilayah perbatasan. Teknologi IASS terhubung dengan Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) yang menyimpan data-data WNI pemegang paspor dan WNA. “IASS akan mencocokkan wajah yang terekam kamera di TPI dengan data biometrik dan informasi lainnya yang terdapat dalam sistem keimigrasian. Apabila WNI atau WNA yang melintas memiliki catatan kriminal, masuk daftar pencegahan/penangkalan, atau ada notifikasi pelanggaran hukum lainnya, petugas Imigrasi bisa langsung mengamankan yang bersangkutan,” ujarnya. Orang Asing atau WNI yang belum menyelesaikan kewajiban atas pelanggaran hukum yang dilakukan di Indonesia tidak akan diizinkan meninggalkan wilayah RI, melainkan diarahkan kepada pihak berwenang. Sebaliknya, jika IASS mendeteksi WNA yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) disebabkan pelanggaran hukum di negara lain, petugas Imigrasi dapat menolak yang bersangkutan untuk memasuki wilayah Indonesia.
Terakhir diperbaharui 17 Januari 2024