UU Keimigrasian

  1. Rumah Detensi Imigrasi dapat dibentuk di ibu kota negara, provinsi, kabupaten, atau kota.
  2. Rumah Detensi Imigrasi dipimpin oleh seorang kepala.

Ruang Detensi Imigrasi berbentuk suatu ruangan tertentu dan merupakan bagian dari kantor Direktorat Jenderal, Kantor Imigrasi, atau Tempat Pemeriksaan Imigrasi.

  1. Pejabat Imigrasi berwenang menempatkan Orang Asing dalam Rumah Detensi Imigrasi atau Ruang Detensi Imigrasi jika Orang Asing tersebut:
    1. berada di Wilayah Indonesia tanpa memiliki Izin Tinggal yang sah atau memiliki Izin Tinggal yang tidak berlaku lagi;
    2. berada di Wilayah Indonesia tanpa memiliki Dokumen Perjalanan yang sah;
    3. dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa pembatalan Izin Tinggal karena melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau mengganggu keamanan dan ketertiban umum;
    4. menunggu pelaksanaan Deportasi; atau
    5. menunggu keberangkatan keluar Wilayah Indonesia karena ditolak pemberian Tanda Masuk.
  2. Pejabat Imigrasi dapat menempatkan Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di tempat lain apabila Orang Asing tersebut sakit, akan melahirkan, atau masih anak-anak.

  1. Pelaksanaan detensi Orang Asing dilakukan dengan keputusan tertulis dari Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk.
  2. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
    1. data orang asing yang dikenai detensi;
    2. alasan melakukan detensi; dan
    3. tempat detensi.

  1. Detensi terhadap Orang Asing dilakukan sampai Deteni dideportasi.
  2. Dalam hal Deportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat dilaksanakan, detensi dapat dilakukan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun.
  3. Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk dapat mengeluarkan Deteni dari Rumah Detensi Imigrasi apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui dan memberikan izin kepada Deteni untuk berada di luar Rumah Detensi Imigrasi dengan menetapkan kewajiban melapor secara periodik.
  4. Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk mengawasi dan mengupayakan agar Deteni sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dideportasi.

Ketentuan Tindakan Administratif Keimigrasian tidak diberlakukan terhadap korban perdagangan orang dan Penyelundupan Manusia.

  1. Korban perdagangan orang dan Penyelundupan Manusia yang berada di Wilayah Indonesia ditempatkan di dalam Rumah Detensi Imigrasi atau di tempat lain yang ditentukan.
  2. Korban perdagangan orang dan Penyelundupan Manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendapatkan perlakuan khusus yang berbeda dengan Deteni pada umumnya.

Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk mengupayakan agar korban perdagangan orang dan Penyelundupan Manusia yang berkewarganegaraan asing segera dikembalikan ke negara asal mereka dan diberikan surat perjalanan apabila mereka tidak memilikinya.

  1. Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk melakukan upaya preventif dan represif dalam rangka mencegah terjadinya tindak pidana perdagangan orang dan Penyelundupan Manusia.
  2. Upaya preventif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
    1. pertukaran informasi dengan negara lain dan instansi terkait di dalam negeri, meliputi modus operandi, pengawasan dan pengamanan Dokumen Perjalanan, serta legitimasi dan validitas dokumen;
    2. kerja sama teknis dan pelatihan dengan negara lain meliputi perlakuan yang berdasarkan peri kemanusiaan terhadap korban, pengamanan dan kualitas Dokumen Perjalanan, deteksi dokumen palsu, pertukaran informasi, serta pemantauan dan deteksi Penyelundupan Manusia dengan cara konvensional dan nonkonvensional;
    3. memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat bahwa perbuatan perdagangan orang dan Penyelundupan Manusia merupakan tindak pidana agar orang tidak menjadi korban;
    4. menjamin bahwa Dokumen Perjalanan atau identitas yang dikeluarkan berkualitas sehingga dokumen tersebut tidak mudah disalahgunakan, dipalsukan, diubah, ditiru, atau diterbitkan secara melawan hukum; dan
    5. memastikan bahwa integritas dan pengamanan Dokumen Perjalanan yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh atau atas nama negara untuk mencegah pembuatan dokumen tersebut secara melawan hukum dalam hal penerbitan dan penggunaannya.
  3. Upaya represif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
    1. penyidikan Keimigrasian terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang dan Penyelundupan Manusia;
    2. Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang dan Penyelundupan Manusia; dan
    3. kerja sama dalam bidang penyidikan dengan instansi penegak hukum lainnya.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan Keimigrasian, Intelijen Keimigrasian, Rumah Detensi Imigrasi dan Ruang Detensi Imigrasi, serta penanganan terhadap korban perdagangan orang dan Penyelundupan Manusia diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Terakhir diperbaharui 11 Desember 2023